Model Pengembangan Software Tradisional: Pengertian dan Contohnya

Admin06 Oct 2025

Model pengembangan software tradisional adalah pendekatan sistematis dalam merancang, membangun, dan menguji perangkat lunak menggunakan tahapan-tahapan yang terstruktur dan linear. Pendekatan ini sudah digunakan sejak era awal rekayasa perangkat lunak dan menjadi dasar dari berbagai metodologi modern.

Ciri utama dari model pengembangan tradisional adalah sekuensial, artinya setiap tahapan dilakukan secara berurutan, dari perencanaan hingga pemeliharaan. Pendekatan ini sangat cocok digunakan ketika kebutuhan pengguna sudah jelas, risiko proyek dapat diprediksi, dan perubahan minimal selama proses pengembangan.

Karakteristik Model Pengembangan Software Tradisional

Beberapa ciri khas dari model tradisional antara lain:

  • Dokumentasi yang lengkap: Setiap tahap menghasilkan dokumen formal sebagai acuan.
  • Struktur berurutan: Tahap-tahap seperti analisis, desain, implementasi, dan pengujian dilakukan secara bertahap.
  • Minim perubahan: Perubahan di tengah proyek sulit dilakukan karena harus kembali ke tahap sebelumnya.
  • Kebutuhan ditentukan di awal: Semua kebutuhan sistem harus didefinisikan secara lengkap sebelum mulai coding.

Jenis-Jenis Model Pengembangan Tradisional

Berikut beberapa model pengembangan software tradisional yang paling dikenal:

1. Model Waterfall (Air Terjun)

Model ini adalah bentuk paling klasik. Tahapan-tahapannya meliputi:

  1. Analisis Kebutuhan
  2. Desain Sistem
  3. Implementasi
  4. Pengujian
  5. Deployment
  6. Pemeliharaan

Kelebihan:

  • Mudah dimengerti dan digunakan
  • Cocok untuk proyek dengan kebutuhan yang stabil.

Kekurangan:

  • Sulit untuk menangani perubahan
  • Tidak fleksibel terhadap umpan balik pengguna

Baca Juga : Aplikasi SIM Klinik: Solusi Digital untuk Manajemen Pelayanan Kesehatan

2. Model Prototype Awal

Model ini digunakan untuk membuat versi awal software (prototipe) agar pengguna bisa melihat gambaran sistem sebelum software dikembangkan sepenuhnya. Prototipe ini kemudian dievaluasi oleh pengguna, dan masukan mereka digunakan untuk menyempurnakan produk akhir.

Kelebihan:

  • Memberikan gambaran awal kepada pengguna
  • Mengurangi risiko kesalahan persepsi

Kekurangan:

  • Tidak cocok untuk proyek berskala besar
  • Bisa menghasilkan ekspektasi berlebihan dari pengguna

3. Model Spiral

Model ini menggabungkan unsur model Waterfall dan Prototyping dengan penekanan pada manajemen risiko. Setiap putaran spiral mencakup empat fase:

  • Perencanaan
  • Analisis risiko
  • Pengembangan dan pengujian
  • Evaluasi pelanggan

Kelebihan:

  • Fleksibel terhadap perubahan
  • Fokus pada manajemen risiko

Kekurangan:

  • Kompleks dan memerlukan pengalaman tinggi
  • Biaya pengembangan bisa lebih mahal

Kapan Harus Menggunakan Model Pengembangan Tradisional?

Model pengembangan tradisional paling cocok digunakan ketika:

  • Spesifikasi proyek sudah jelas sejak awal
  • Tidak banyak perubahan yang diharapkan selama proses
  • Tim bekerja dengan pendekatan dokumentatif dan formal
  • Proyek memiliki anggaran dan waktu yang terbatas serta terdefinisi

Contoh penerapannya misalnya pada pengembangan aplikasi akuntansi untuk perusahaan, sistem penggajian karyawan, atau sistem informasi akademik yang fiturnya sudah ditentukan dan jarang berubah.

Model pengembangan software tradisional seperti Waterfall, Prototype awal, dan Spiral masih relevan digunakan dalam situasi tertentu. Meskipun kini banyak organisasi beralih ke metode Agile atau DevOps yang lebih fleksibel, pendekatan tradisional tetap unggul dalam proyek yang stabil, terdokumentasi, dan minim perubahan.

Dengan memahami model pengembangan software, baik tradisional maupun modern, organisasi dapat memilih pendekatan yang paling sesuai untuk memastikan keberhasilan proyek perangkat lunaknya.

**Kunjungi Instagram Harts untuk update info dan promo terbaru dengan klik **[di sini]